HUKUM
PERJANJIAN
1) Hukum
perjanjian konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal
1320 ayat 1. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas
melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak
tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi kontrak tersebut.
Bahwa apa yang dikehendaki oleh yang satu itu adalah
juga yang dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adalah “sama”,
sebenarnya tidak tepat. Yang betul adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah
“sama dalam kebalikannya”, misalnya : yang satu ingin melepaskan hak miliknya
atas suatu barang asal diberi sejumlah
uang tertentu sebagai gantinya, sedangkan yanglain ingin memperoleh hak milik
atas barang tersebut dan bersedia memberikan sejumlah uang yang dosebutkan itu
sebagai gantinya kepada pemilik barang. pasal 1338 (1) yang berbunyi : “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya” itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian,
yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang.
kesimpulannya ialah
dengan jalan menekankan pada perkataan “ semuanya” yang ada dimuka perkataan
“perjanjian”. Dikatakan bahwa pasal 1338 (1) itu seolah-oleh membuat suatu
pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja
dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan
terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan “ ketertiban dan
kesusilaan umum”.
Kesepakatan berarti
kesesuaian kehendak. Namun kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan.
Kehendak atau keinginan yang disimpan didalam hati tidak mungkin deketahui
pihak lain dan karenanya tidak mugkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk
melahirkan suatu perjanjian.
2)
Hukum perjanjian berkontra
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu
asas yang memberikan kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian/
pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis
atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan
sifat yang hanya mengatur para pihak sehingga para pihak dapat saja
mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya
memaksa.
Kebebasan berkontrak atau freedom of
contract harus dibatasi bekerjanya agar kontrak yang dibuat berlandaskan asas
itu tidak sampai merupakan perjanjian yang berat sebelah atau timpang. Apakah
memang asas kebebasan berkontrak dapat bekerja secara bebas mutlak atau tidak. Bila
kita mempelajari pasal-pasal KUH Perdata, ternyata asas kebebasan berkontrak
itu bukannya bebas mutlak. Dengan kata, lain asas kebebasan berkontrak dibatasi
oleh asas konsensualisme. Dari Pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa
kebebasan orang untuk membuat kontrak dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat
kontrak.
Sekalipun asas kebebasan berkontrak
yang diakui oleh KUH Perdata pada hakikatnya banyak dibatasi oleh KUH Perdata
itu sendiri, tetapi daya kerjanya masih sangat longgar. Kelonggaran ini telah
menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dan ketidakadilan bila para. pihak yang
membuat kontrak tidak sama kuat kedudukannya atau mempunyai bargaining
position yang tidak sama
3) Hukum perjanjian sunt servanda
Pacta Sunt Servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem Hukum Sipil, yang dalam perkembangannya diadopsi ke dalam hukum internasional. Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa latin yang berarti bahwa "janji harus ditepati". Pacta Sunt Servanda menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar Hukum Internasional karena termaktub dalam Konvensi Wina tanggal 23 Mei 1969 pasal 26 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pacta Sunt Servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem Hukum Sipil, yang dalam perkembangannya diadopsi ke dalam hukum internasional. Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa latin yang berarti bahwa "janji harus ditepati". Pacta Sunt Servanda menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar Hukum Internasional karena termaktub dalam Konvensi Wina tanggal 23 Mei 1969 pasal 26 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pacta Sunt Servanda pertama kali
diperkenalkan oleh Grotius yang kemudian mencari dasar pada sebuah hukum
perikatan dengan mengambil prinsip-prinsip hukum alam atau hukum kodrat. Bahwa
seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji
tersebut (promissorum implendorum obligati).
Pacta sunt Servanda pertama kali diperkenalkan oleh Grotius
yang kemudian mencari dasar pada sebuah hukum perikatan dengan mengambil
pronsip-prinsip hukum alam, khususnya kodrat. Bahwa seseorang yang mengikatkan
diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji tersebut (promissorum
implendorum obligati).
Menurut Grotius, asas pacta sunt servanda ini timbul dari
premis bahwa kontrak secara alamiah dan sudah menjadi sifatnya mengikat
berdasarkan dua alasan yaitu :
ü
Sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus
berkejasama dan berinteraksi dengan orang lain, yang berarti orang ini harus
saling mempercayai yang pada gilirannya memberikan kejujuran dan kesetiaan
ü
Bahwa setiap individu memiliki hak, dimana yang
paling mendasar adalah hak milik yang bisa dialihkan. Apabila seseorang
individu memilik hak untuk melepaskan hak miliknya, maka tidak ada alasan untuk
mencegah dia melepaskan haknya yang kurang penting khususnya melalui kontrak.
Kemudian Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa
Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu
negara atau lebih, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional
lain berdasarkan kesepakatan; dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan
perjanjian tersebut dengan iktikad baik. Asas Pacta Sunt Servanda juga memiliki
dasar religi dalam Hukum Islam yakni dalam Al-Qur'an yang pada intinya menyeru
pada manusia untuk menepati janji terhadap Tuhannya dan terhadap sesamanya.
SUMBER :
http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html
http://notarisnurulmuslimahkurniati.blogspot.com/2009/04/asas-kebebasan-berkontrak.html
https://hukumperdataalfa.wordpress.com/2009/12/09/apa-yang-dinamakan-%E2%80%9Ckonsensualisme%E2%80%9D-itu/
http://asashukum.blogspot.com/2012/03/pacta-sunt-servanda.html
http://sevenmomentum.blogspot.com/2015/01/Janji.Harus.Ditepati.html
Subekti, 1995,Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.
NAMA : DELLA NURIASHA
KELAS : 2EB15
NPM : 22213149